![]() |
sumber foto : facebook |
Kos zaman sekarang memang berbeda dari beberapa tahun lalu. Inilah cerita soal kos-kosan dulu vs sekarang.
Apalagi buat yang pernah kos
di Joga di masa lalu. Istilah kos Las Vegas dan Kos muslim juga terasa asing.
Jogja ternyata memang sudah sangat jauh berbeda.
Beberapa kali mengunjungi
Jogja, namun sebagai wisatawan dan bukan sebagai mahasiswa ternyata memang
berbeda.
Tidak terlihat jelas, gaya
pergaulan mahasiswa Jogja yang kata tulisan tersebut bahkan lebih metropolitan
dari kos kota metropolitan, sebut saja di Surabaya. Namun ternyata di balik
itu, Jogja sudah sangat jauh berubah.
***
Kos Jogja, tahun
2000-an, zaman saya kuliah di salah satu
kampus swasta tertua di Indonesia masih bisa dikatakan sangat “sopan”. Meski
pergaulan kampus saat itu bisa dikatakan sudah sangat hedon dibanding keadaaan
mahasiswa Jogja secara umum, tidak terlalu memberi paparan berlebihan kepada
mahasiswanya.
Kos-an perempuan misalnya
masih sangat terjaga.paling tidak ini yang saya rasakan langsung setelah selama
kuliah empat tahun sempat tinggal di 2 kos perempuan.
Saya yang kos di sebuah
kampung, masih di lingkungan kampus, masih ada aturan tidak boleh menerima tamu
lawan jenis diatas jam 9 malam di hari-hari biasa. Dan malam minggu, maksimal
jam 10 malam, tamu sudah harus pulang dari kos perempuan. Pengumuman itu
tertempel jelas di depan kos-an. Jadi ya boro-boro ada yang berani menginapkan
pacarnya di kos-an.
Dalam suatu kesempatan,
karena terlalu asik mengobrol dengan teman cowok di teras kos-an, tidak lagi
melihat jam berapa. Namun, bapak-bapak tetangga kos malah nyamperin dan mengingatkan soal waktu dan secara halus mengusir
tamu saya tersebut.
Pernah juga suatu malam,
karena ada kegiatan mahasiswa, saya yang diantar teman cowok, dihadang
bapak-bapak yang sedang ronda ketika mau menuju ke arah kos. Ditanya
macam-macam, sampai akhirnya bisa lewat dan sampai di kos-an.
Masyarakat memang masih sangat
peduli dengan mahasiswa yang tinggal di lingkungan mereka. Sayang sekali, kalau
budaya menjaga lingkungan ini sudah tak ada lagi di Jogja.
**
Saat ini seorang anak
perempuan saya berkuliah di Surabaya. Agak susah juga saat itu menemukan kos
yang kosong karena memang mencarinya mepet dengan jadwal masuk kuliah. Namun
akhirnya ketemu juga kos yang menurut kami cukup bagus meskipun letaknya agak
di perkampungan dan diantara rumah padat penduduk.
Yang melegakan, pengawasan
di kos ini cukup ketat. Walau tak ada embel-embel kos muslim, nyatanya ibu kos
dan warga “ cukup perhatian” dengan lingkungan sekitarnya.
Selain tidak boleh
menyalakan kendaraan ketika masuk ke dalam gang/lingkungan kos, pak Rt di
lingkungan tampaknya juga sangat menjaga lingkungannya walau kadang kesannya
agak berlebihan.
Suatu hari, karena tidak ada
tempat kerja kelompok, anak saya mengusulkan ruang tamu kosnya buat tempat
kerja kelompok. Satu kelompok terdiri atas 5 orang, 3 perempuan dan 2 orang
anak laki-laki. Sebelum membawa teman-temannya, anak saya menelpon ibu kos
terlebih dahulu. Memang ibu kos, tidak tinggal serumah dengan anak-anak
kos.Walau berdekatan saja.
Ibu kos setuju-setuju saja
tapi memberi batasan waktu sampai jam 11 malam saja malam itu untuk bisa
menggunakan ruang tamu kos anak perempuan. Anak saya dan teman-temannya setuju.
Namun, ada satu momen ketika
salah satu anak laki-laki ikut ke toilet sebentar di kos bagian belakang. Tanpa
disangka, salah satu anak kos yang sudah lama tinggal di kos tersebut memoto
dan fotonya dikirimkan ke pak RT di lingkungan tersebut.
Terjadi kehebohan saat itu. Karena
dikira anak saya “menyusupkan” laki-laki ke kos.Pak RT sempat mendatangi kos.
Untung saja saat itu, anak saya sudah lapor ke ibu kos soal kedatangan
teman-temannya dan keperluannya apa.
Walau sedikit menyebalkan,
sebagai orang tua saya sekaligus bersyukur, karena ini juga berarti masyarakat
sekitar masih care dengan keberadaan kos-kosan di sekitar tempat tinggal
mereka.Dan sedikit banyak, ikut melakukan pengawasan sosial juga.
Tidak ada komentar: